Surabaya - Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi dan Pemuda Demokrasi Jawa Timur bakal menggelar aksi yang mereka sebut "SIBER" (Aksi Bersama) di depan Polrestabes Surabaya pada Selasa, 8 Juli 2025. Aksi ini digelar untuk menyoroti mandeknya penanganan dugaan korupsi dana hibah Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya tahun 2020 yang hingga kini tak kunjung jelas.
Dalam pemberitahuan aksinya, mereka menilai Polrestabes Surabaya terkesan tidak serius mengusut dugaan korupsi dana hibah senilai Rp 20 miliar yang dikucurkan Pemerintah Kota Surabaya untuk pelaksanaan Pilwali 2020. Bahkan, mereka menyebut proses hukum kasus ini seperti hilang arah dan seolah-olah ditelan bumi.
"Sudah hampir lima tahun masyarakat Surabaya menunggu kejelasan kasus ini, tapi sepertinya Polrestabes Surabaya tidak berkutik membongkar dugaan korupsi tersebut. Ada dugaan kuat banyak kepentingan yang bermain, sehingga prosesnya lambat dan bahkan seolah-olah dihentikan secara diam-diam," ujar Koordinator Lapangan, Bung Satria, dalam keterangan persnya, Selasa (1/7/2025).
Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi menilai lambatnya penanganan kasus ini mencederai proses peradilan. Mereka menduga aparat penegak hukum (APH), khususnya Polrestabes Surabaya, tertekan oleh kekuatan besar hingga tidak berani menetapkan tersangka dari internal Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Surabaya.
"Komisioner KPUD Surabaya periode 2019-2024 yang saat itu bertanggung jawab dalam pengelolaan dana hibah, sampai sekarang tidak pernah diperiksa secara serius, padahal ada dugaan kuat terjadi penyalahgunaan dana hibah hingga mencapai Rp 20 miliar," tegas Satria.
Menurut mereka, dana hibah yang digelontorkan untuk pelaksanaan Pilwali Surabaya 2020 harusnya dipertanggungjawabkan dengan transparan. Aliansi tersebut menuding proses hukum atas dugaan penyelewengan dana tersebut jalan di tempat.
"Setelah lima tahun mengendap tanpa kepastian hukum, kami akan menggelar Aksi Jilid I pada Selasa, 8 Juli 2025. Kami menuntut Polrestabes Surabaya untuk segera menuntaskan kasus ini dan memberikan kejelasan kepada masyarakat Surabaya," lanjutnya.
Dalam aksinya, mereka membawa lima tuntutan utama:
-
Meminta Kapolrestabes Surabaya memberikan penjelasan terbuka kepada publik terkait perkembangan proses hukum dugaan kebocoran dana hibah Pilwali Surabaya 2020 yang mencapai Rp 20 miliar dari total anggaran Rp 101,2 miliar.
-
Mendesak Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polrestabes Surabaya segera memanggil dan memeriksa komisioner KPUD Surabaya periode 2019-2024, yaitu Nur Syamsi, Subairi, Nafila Astri, Soprayitno, dan Agus Durhem, untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana hibah yang berasal dari uang rakyat.
-
Meminta Unit Tipikor Polrestabes Surabaya untuk menunjukkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) sebagai bentuk transparansi proses hukum kepada publik.
-
Menuntut Polrestabes Surabaya untuk bersikap objektif, jujur, adil, dan transparan dalam menangani kasus dugaan korupsi ini agar tidak menimbulkan stigma negatif terhadap institusi kepolisian.
-
Meminta Polrestabes Surabaya tidak tunduk pada kepentingan sektoral yang diduga mengintervensi penanganan perkara, sehingga menyebabkan kasus ini mengendap selama lima tahun tanpa kejelasan.
Koordinator lapangan aksi, Bung Satria dan Bung Hasan, menegaskan bahwa aksi yang digelar ini akan terus berlanjut hingga Polrestabes Surabaya memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
"Kami tidak akan berhenti hanya pada Aksi Jilid I. Jika Polrestabes tetap diam, kami siap menggelar aksi lanjutan. Kami membawa suara rakyat Surabaya yang sudah bosan dengan ketidakjelasan proses hukum ini," pungkas Satria.
Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi dan Pemuda Demokrasi Jawa Timur mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut mengawal proses hukum dugaan korupsi ini agar tidak berhenti di tengah jalan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polrestabes Surabaya belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan kasus dugaan korupsi dana hibah Pilwali Surabaya 2020 yang dimaksud oleh aliansi tersebut.
