Lembaga Bantuan Hukum Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur (LBH PW GP Ansor Jatim) menerima laporan dari sejumlah pekerja yang mengaku ijazah mereka ditahan oleh salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Praktik ini diduga terjadi di lingkungan Bank Jatim dan dinilai mencederai hak-hak dasar para pekerja.
Ketua LBH PW GP Ansor Jatim, Mohammad Syahid, mengungkapkan bahwa praktik penahanan ijazah ini bukan hanya tidak etis, tetapi juga potensial melanggar hukum. Ia menyebut bahwa penahanan dokumen pribadi seperti ijazah merupakan bentuk eksploitasi terhadap pekerja yang telah berlangsung cukup lama.
"Ijazah adalah hak pribadi setiap individu, bukan milik perusahaan. Penahanan dokumen ini dengan dalih perjanjian kerja adalah praktik yang mencederai prinsip-prinsip dasar ketenagakerjaan dan hak asasi manusia," tegas Syahid, dalam pernyataan resminya kepada Suara Merdeka Jatim, Rabu (7/5/2025).
Menurut Syahid, praktik ini bertentangan secara langsung dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016, khususnya Pasal 42, yang secara tegas melarang pengusaha untuk menahan dokumen pribadi milik pekerja sebagai bentuk jaminan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam kontrak kerja yang beredar, Bank Jatim diduga mencantumkan klausul yang mengharuskan karyawan menyerahkan dokumen pendidikan sebagai syarat bekerja. Syahid menilai klausul semacam itu bertentangan dengan semangat perlindungan terhadap pekerja dan mengarah pada bentuk pemaksaan.
"Setiap pekerja memiliki hak atas kebebasan dan perlindungan terhadap barang-barang pribadinya. Tidak boleh ada tekanan atau unsur paksaan dalam perjanjian kerja yang merugikan pekerja secara sepihak," ujarnya.
Pasal 79 dalam Perda Nomor 8 Tahun 2016 menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 35 ayat (2) dan (3), Pasal 42, serta Pasal 72 ayat (1), dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan paling lama enam bulan atau denda maksimal Rp50 juta.
LBH PW GP Ansor Jatim telah membuka posko pengaduan dan layanan bantuan hukum terkait dugaan penahanan ijazah ini sejak 23 April 2025. Sejak layanan dibuka, sejumlah aduan mulai mengalir, menandakan bahwa persoalan ini tidak bersifat kasuistik semata, tetapi bisa jadi merupakan praktik yang sistemik.
"Kami prihatin jika benar praktik ini dilakukan oleh Bank Jatim, mengingat lembaga ini berada di bawah kendali Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Gubernur Khofifah harus bersikap tegas karena ia memegang tanggung jawab langsung terhadap tata kelola dan kebijakan di BUMD milik daerah," lanjut Syahid.
Syahid juga mengingatkan bahwa pernyataan Gubernur Khofifah di kasus serupa sebelumnya menekankan pentingnya penghormatan terhadap hak-hak pekerja. Jika kini praktik serupa kembali terjadi di bawah institusi milik Pemprov Jatim, maka itu merupakan tamparan keras terhadap kredibilitas pemerintah daerah sendiri.
LBH PW GP Ansor Jatim mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk segera turun tangan. Desakan ini bukan semata demi menyelesaikan kasus individual, tetapi juga untuk melakukan audit menyeluruh terhadap kebijakan sumber daya manusia di seluruh BUMD.
"Kami mendesak agar dilakukan audit total atas seluruh kebijakan ketenagakerjaan di Bank Jatim. Jika benar praktik ini terjadi, maka bisa diasumsikan ada pelanggaran sistemik yang mengakar. Pemerintah harus memastikan bahwa tak ada satu pun BUMD yang melanggar prinsip dasar perlindungan terhadap pekerja," ujar Syahid.
Menurutnya, masalah ini bukan sekadar administratif, tetapi menyangkut martabat pekerja dan kredibilitas hukum daerah. Pemerintah, kata Syahid, tak bisa menutup mata hanya karena pelaku adalah lembaga milik sendiri.
"Penegakan aturan harus dimulai dari rumah sendiri. Jangan sampai pemerintah terkesan tajam keluar, tetapi tumpul ke dalam. Perlindungan hukum dan keadilan harus berlaku universal," tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, LBH PW GP Ansor Jatim telah mengirimkan permintaan klarifikasi resmi kepada pihak Bank Jatim. Hingga saat ini, belum ada pernyataan terbuka dari pihak Bank Jatim terkait laporan ini.
"Kami sedang menunggu jawaban resmi dari manajemen Bank Jatim. Namun apapun tanggapannya nanti, kami tetap akan mendorong agar kebijakan penahanan ijazah ini dihentikan. Kami juga akan mengawal proses hukum dan advokasi bagi para pekerja yang dirugikan," jelas Syahid.
LBH juga mendorong masyarakat sipil dan organisasi buruh untuk ikut mengawasi praktik-praktik ketenagakerjaan yang merugikan di lingkungan BUMD. Sinergi masyarakat sipil, lembaga bantuan hukum, dan pemerintah daerah diperlukan untuk membangun tata kelola ketenagakerjaan yang adil dan manusiawi.
"Ini momentum yang tepat untuk mengevaluasi seluruh kontrak kerja di BUMD, terutama yang mengandung klausul merugikan. Pemerintah harus menyusun panduan kontrak kerja standar yang sesuai dengan nilai-nilai perlindungan hak pekerja dan HAM," katanya.
Kasus dugaan penahanan ijazah ini menjadi refleksi atas pentingnya pengawasan dan evaluasi menyeluruh terhadap lembaga-lembaga milik pemerintah. Dalam konteks otonomi daerah dan semangat reformasi birokrasi, praktik semacam ini tak boleh dibiarkan mengakar.
Syahid menutup pernyataannya dengan seruan kepada seluruh pekerja untuk tidak takut bersuara. "Jika merasa hak Anda dilanggar, laporkan. Kami akan bantu. Hukum harus menjadi pelindung, bukan alat penekan."
